BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemecahan saham
merupakan fenomena dalam literature ekonomi keuangan perusahaan secara
sederhana pemecahan saham berarti memecah selembar saham menjadi lembar
saham. Pemecahan saham mengakibatkan bertambahnya jumlah lembar saham
yang beredar tanpa transaksi jual beli yang mengubah besarnya modal.
tindakan pemecahan saham akan memberikan efek fatamorgana bagi investor,
yaitu investor akan merasa seolah-olah menjadi lebih makmur memegang
jumlah saham yang lebih banyak. Jadi pemecahan saham sebenarnya
merupakan tindakan perusahaan yang tidak memiliki nilai ekonomis.
(Marwata, 2001).
Meskipun pemecahan saham tidak memiliki nilai
ekonomis, tetapi banyak peristiwa pemecahan saham di pasar modal
memberikan indikasi bahwa pemecahan saham merupakan alat yang penting
dalam praktek pasar modal (Marwata, 2001). Pemecahan saham telah menjadi
salah satu alat yang digunakan oleh manajemen untuk membentuk harga
pasar perusahaan.
Harga pasar dari saham akan mencerminkan nilai
suatu perusahaan, semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi pula
nilai perusahaan tersebut dan terjadi sebaliknya. Oleh karena itu setiap
perusahaan yang menerbitkan saham akan sangat memperhatikan harga
sahamnya. Harga saham yang terlalu rendah sering dikaitkan dengan
kinerja perusahaan yang kurang baik. Namun bila harga
saham terlalu
tinggi (overprice) dapat mengurangi kemampuan investor untuk membeli
sehingga menyebabkan harga saham akan sulit untuk meningkat lagi. Dalam
mengantisipasi hal tersebut banyak perusahaan melakukan pemecahan saham.
Secara
teoritis pemecahan saham tidak akan menambah kekayaan pemegang saham,
karena di satu sisi jumlah lembar saham yang dimiliki investor bertambah
tetapi di sisi lain harga saham turun secara proporsional. Namun dengan
melakukan pemecahan saham diharapkan likuiditas sahamnya akan
meningkat, karena investor dapat membeli saham dengan harga yang relatif
lebih rendah (Muazaroh dan Iramani, 2005). Meskipun pemecahan saham
tidak memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham, namun tindakan ini
sering dilakukan oleh perusahaan.
Teori yang mendukung peristiwa
pemecahan saham ini antar lain Signaling Theory dan Trading Range
Theory. Menurut Signaling Theory, pemecahan saham. Merupakan suatu
sinyal dari manajer bahwa perusahaan berada dalam kondisi keuangan yang
baik. Manajer ingin menyampaikan informasi yang lengkap dan akurat
tentang kondisi ataupun prospek perusahaan kepada pihak yang membutuhkan
informasi sebelum dilakukan pemecahan saham, pihak luar tidak
mendapatkan informasi yang cukup guna mengetahui kondisi perusahaan.
Dengan adanya suatu sinyal yang baik berupa informasi disampaikan
perusahaan, pihak luar dapat mengetahui kinerja keuangan yang dapat
dilihat dari ROI dan EPS-nya. Sedangkan menurut Trading Range Theory
menyatakan bahwa pemecahan saham akan meningkatkan likuiditas
perdagangan saham. Menurut teori ini, harga saham yang terlalu tinggi
(overprice) menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangkan.
Dengan adanya pemecahan saham, harga saham menjadi tidak terlalu tinggi,
sehingga akan semakin banyak investor yang mampu bertransaksi. Dengan
adanya penataan harga ke rentang yang lebih rendah maka menimbulkan
reaksi yang positif dari pasar. Para analis maupun pelaku pasar dapat
mengetahui tingkat kemahalan harga saham melalui PER dan PBV-nya. Hal
ini juga diperkuat oleh pendapatnya Marwata (2001).
Dalam dunia
bisnis, terutama dalam perdagangan saham yang terdapat di pasar modal,
banyak sekali aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para investor
untuk memperoleh keuntungan (return). Pemecahan saham memberikan
informasi kepada investor tentang prospek peningkatan return masa depan
yang substansial (Marwata, 2001). Return yang meningkat tersebut dapat
diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan jangka
panjang (Bar-Josef dan Brown, 1997), dalam Marwata (2001). Dengan
melihat return yang bisa diperoleh, maka investor akan tertarik untuk
berinvestasi, jadi return merupakan salah satu faktor yang mendasari
investor untuk membeli saham.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pemecahan saham,
karena kinerja keuangan merupakan alat ukur keberhasilan perusahaan
untuk menghasilkan laba dan mencerminkan kondisi suatu perusahaan
Copeland (1979;116) dalam Marwata (2001), menyatakan bahwa salah satu
gambaran prospek bagus adalah kinerja keuangan yang bagus perusahaan
yang melakukan pemecahan saham memerlukan cukup biaya, oleh karena itu
hanya perusahaan yang mempunyai prospek bagus saja yang mampu melakukan.
Sampel
pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur dari berbagai jenis
industri. Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kinerja
keuangan, tingkat kemahalan harga saham, return saham, dan likuiditas
saham pada perusahaan manufaktur antara yang melakukan stock split
dengan perusahaan yang tidak melakukan stock split. Sehingga dari hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi apakah ada perbedaan yang
melakukan stock split atau yang tidak melakukan stock split dalam
kinerja keuangan, tingkat kemahalan harga saham, return saham, dan
likuiditas saham. Untuk selanjutnya dapat dijadikan tolok ukur dan
pertimbangan bagi investor untuk membeli saham¬ saham yang akan
dipilihnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh apakah ada perbedaan
kinerja keuangan, tingkat kemahalan harga saham, return saham, dan
likuiditas saham pada perusahaan yang melakukan stock split dan
perusahaan yang tidak melakukan stock split yang dituangkan dalam judul
"ANALISIS PERBEDAAN KINERJA KEUANGAN, TINGKAT KEMAHALAN HARGA SAHAM,
RETURN SAHAM, DAN LIKUIDITAS SAHAM PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN STOCK SPLIT
DAN PERUSAHAAN YANG TIDAK MELAKUKAN STOCK SPLIT PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ) (PERIODE
2000-2005).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar